Wednesday, February 5, 2014

[Pelesir] Petak Sembilan Menjelang Imlek

Sebenarnya terlalu banyak hal atau cerita yang ingin saya tulis untuk postingan terbaru blog saya tapi masalahnya adalah dalam sebulan terakhir, waktu saya cenderung habis untuk nonton film, baca buku, kumpul dengan teman-teman dan pulang ke rumah saya yang ada di Tangsel nun jauh di sana. Belum lagi, menulis bagi saya adalah kegiatan yang mengikuti suasana hati. Belum lagi, cerita-cerita yang ingin saya tulis lebih ke kejadian faktual dan kejadian tersebut telah satu bulan berlalu dan ingatan saya seperti spons. Jadi, postingan terbaru saya akan dimulai dengan kejadian paling menarik yang baru saya rasakan. Kejadian ini adalah perjalanan saya (atau yang tren sekarang ini disebut sebagai blusukan) ke daerah pecinan di Jakarta ketika menjelang Imlek! Yap, Petak Sembilan. Oke, saya sangat yakin mungkin beberapa dari Anda yang membaca blog saya ini bertanya-tanya, “Emang ada ya pecinan (atau kerennya chinatown) di Jakarta?” Jawabannya adalah ADA!! Dan tempatnya bukan di Kampung Cina Kota Wisata Cibubur (yang buat saya membosankan) tapi ada di seberang Glodok, pertokoan yang terkenal dengan barang elektronik dan, ehem, DVD bokep. Kaget ya kalo ternyata pecinan di Jakarta itu ada di tempat strategis yang mungkin Anda sering lewati? Saya bersyukur punya seorang ibu yang seneng jalan menelusuri ibu kota karena dari ibu saya pula, saya mengetahui Petak Sembilan sejak SMA yang berarti sekitar 7-8 tahun yang lalu (yah umur gue ketahuan). Bahkan saya pernah membaca di majalah (Jakarta Java Kini kalo ga salah) kalo Petak Sembilan adalah salah satu pecinan terbesar di dunia (makin kaget kan?)
Kalo Anda ingin tahu petunjuk jalan ke Petak Sembilan ada beberapa cara.
  1.  Yang paling mudah tentu saja kalo Anda membawa kendaraan pribadi sendiri. Anda hanya tinggal menuju ke arah pertokoan Harco Glodok dan parkir di pertokoan seberang Harco (kalo Anda dari arah Sudirman) atau parkir di Harco (kalo Anda dari arah Beos). Lalu berjalan kaki di samping pertokoan seberang Harco. Jalan yang ada di samping pertokoan tersebut. Nama jalannya kalo ga salah Jalan Pancoran. Tapi saya sarankan kalo pergi ketika menjelang Imlek atau Cap Gomeh sebaiknya tidak menggunakan kendaraan pribadi karena kemacetan udah muncul dari setelah Gajah Mada.
  2. Cara kedua adalah dengan menggunakan TransJakarta. Anda hanya tinggal turun di halte Glodok. Ketika Anda berada di jembatan penyeberangannya dan bingung harus pilih kanan atau kiri, Anda tinggal ambil yang kanan lalu turun. Setalah Anda berada di kaki tangga terakhir, Anda tinggal jalan terus hingga berada di jembatan besar penghubung Harco dan pertokoan di seberangnya (saya masih ga tau namanya), lalu Anda belok kiri di jalan samping pertokoan tersebut.
  3. Cara ketiga dan cara yang saya tempuh adalah dengan menggunakan commuter line. Intinya ketika Anda menggunakan commuter line dari jurusan manapun Anda berangkat (mau Bogor, Bekasi, Tangerang, Depok atau Serpong), Anda hanya perlu berhenti di Stasiun Tanah Abang. Lalu Anda keluar stasisun dan naik angkot warna biru yang jurusan Tanah Abang-Kota (kalo ga salah nomor jurusannya 08) lalu tinggal bilang turun di Petak Sembilan. Nah nanti Anda akan turun persis di depan Jalan Pancoran yang memang pintu masuk ke Petak Sembilan. Saya ga tau ongkosnya berapa karena ibu saya yang bayarin (malu ya) tapi kayanya ga lebih dari Rp5.000
Nah tujuan utama saya ke Petak Sembilan pada hampir dua minggu yang lalu adalah untuk wisata kuliner. Iya wisata kuliner di sana meskipun saya Muslim. Tapi tenang aja saya tetap makan yang halal kok. Perlu ditambahkan adalah kebelet nyoba wisata kuliner di Gang Gloria yang terkenal itu. Kenapa? Karena beberapa kali saya ke Petak Sembilan, saya belum pernah mampir ke Gang Gloria karena faktor ibu saya yang agak enggan, takut makanannya non halal semua.
Nah perjalanan saya beserta ibu saya dan seorang teman saya diawali dengan naik commuter line yang pukul 9 pagi dari Stasiun Pondok Ranji dan tiba di Petak Sembilan pada pukul 10 kurang. Ajaib kan bisa secepet itu? Makanya naik commuter line! Nah begitu sampai di Jalan Pancoran, saya langsung menuju Gang Gloria meskipun saya tidak tahu letaknya dimana. Jadi ini petunjuk saya

รจ ketika Anda tiba di Jalan Pancoran, Anda akan menemukan dua ruas jalan yang dibagi oleh kali kecil atau parit. Nah, Anda tinggal ambil lajur kanan, jalan terus hingga Anda menemukan hotel kecil bernama Hotel Fortuna. Nah Gang Gloria ada persis di sebelah hotel tersebut. Jarak dari jalan besar ke Gang Gloria deket banget, mungkin sekitar 200 meter. Kalo Anda masih bingung, Anda tinggal tanya saja ke penduduk sekitar, seperti yang saya lakukan dan mereka kemungkinan besar tahu.

Dan jangan lupakan, dari mulut Jalan Pancoran saja, kemeriahan menjelang Imlek sudah sangat terasa. Banyak mobil yang diparkir di kedua ruas jalan tersebut. Belum lagi warga yang berada di sekitaran jalan tersebut. Bahkan kalo mau jujur, angkot yang kami naiki sampai harus tidak melewati depan Harco tetapi memotong jalan lewat belakang Harco karena jalanan yang sudah mulai macet.
Nah saya yakin, sejak kepala Anda muncul di mulut Gang Gloria, Anda langsung disambut tawara makan berbagai macam jenis masakan oleh para pedagang. Saya pribadi sama sekali tidak tergiur mungkin karena pengaruh saya yang seorang Muslim tapi mungkin bagi Anda yang non-Muslim, saya rasa Anda akan tergiur. Berbagai jenis makanan, mulai dari nasi hainan, nasi tim, mie ayam, gorengan, buah-buahan sampai ketupat sayur tumpah ruah di gang yang kecil dan gelap tetapi sangat menarik itu. Nah tujuan saya adalah langsung menuju ke Kedai Kopi Tak Kie. Tapi setelah saya celingak-celinguk, saya tidak dapat menemukan kedai tersebut. Akhirnya saya menuju ke Kari Lam yang katanya juga terkenal. Letak tempat Kari Lam ada di ujung Gang Gloria. Entah kenapa saya yakin tempat Kari Lam adalah lokasi syuting film Berbagi Suami karya Nia Dinata karena kebetulan saya sangat suka film tersebut jadi sedikit banyak masih hapal dengan film tersebut meskipun sudah lama ga nonton Berbagi Suami.
Saya sengaja tidak sarapan di rumah saat itu karena memang berniat sarapan di Petak Sembilan. Awalnya saya ragu apakah Kari Lam halal atau tidak bahkan sekadar bertanya pun saya tidak enak. Untungnya teman saya berani menanyakan dan kebetulan dia non-Muslim. Nah okenya, bapak penjualnya sangat ramah dan menjelaskan kalo masakan yang dia masak adalah halal. Selain itu, dia juga bilang “kalo mas atau ibu ragu, ga apa-apa, saya ga mau maksa ibu/mas makan masakan saya”. Oke, saya langsung pesan satu porsi kari ayam dengan bihun dan teman saya memesan kari sapi dengan nasi. Lalu ibu saya pesan apa? Ibu saya ragu jadi ibu saya memesan somay.
Rasa kari ayam saya enak tapi ga luar biasa. Hmmm sebenarnya enak sih, saya suka malah karena karinya pas, ga medok dan ga terlalu tipis. Maklum, saya kini bekerja di tanah Sumatera yang masakannya serba medok bumbunya. Kalo masakan, rempahnya kuat, kalo kue, gulanya kayak satu kilo alias manis banget. Jadi menurut saya pas apalagi ini santapan untuk sarapan. Apalagi potongan ayamnya banyak banget dan udah dipotong-potong untuk bisa disumpit dan sekali lahap. Selain itu sudah tidak ada tulangnya. Bihunnya juga pas porsinya. Nilainya 8 deh. Saya ga coba kari sapi yang dimakan teman saya atau somay yang disantap oleh ibu saya. Oya satu porsi untuk kari ayam dihargai Rp32.000, kari sapi Rp38.000 dan somay untuk satu buahnya adalah Rp6.000. Memang mahal.
Kari Ayam

Dari Kari Lam, kami menuju ke Toko Kawi (bukan apotek yang di Mayestik atau Bintaro) yang ada persis di seberang Kari Lam. Tokonya seperti mini market yang jual aneka rupa makanan dan kayaknya terkenal karena sosis/ham babi dari Bali. Ketika saya liat, sosisnya kurus dan kering tapi kok kayaknya enak. >..< Segala macam rupa dijual di toko tersebut. Seperti saya yang membeli selai raspberry murah tapi lumayan enak (Rp14.000) dan kaldu jamur (Rp8.000). Teman saya membeli teh bunga chrysantium dan ting-ting gepuk khas Semarang. Sedangkan, saya lupa ibu saya beli apa aja (maaf ya, Ma). Nah, ada kejadian lucu ketika saya dan teman saya akan keluar dari toko. Jadi ketika saya membayar di kasir, kami melihat ada telur asin yang masih dibaluri oleh abu gosok. Nah karena masih dilumurin abu gosok, kami pikir unik, pasti masih baru dan pasti enak (karena sekali lagi, ini ada di Petak Sembilan). Akhirnya saya dan temen beli telor asin tersebut yang harga per buahnya adalah Rp4.000. nah ketika kami ingin makan telor asin tersebut ternyata ibu saya melihat kami dan bilang kalo telor asin tersebut masih mentah dan perlu dimasak dulu. Jiah, dasar anak kota. Kayak begituan ga paham. Haha. Tapi ketika ibu saya merebusnya, ternyata beneran enak banget. Udah lama saya ga makan telor asin seenak itu.
Nah setelah dari Toko Kawi, kami (tepatnya saya) langsung berusaha mencari dimana Kedai Kopi Tak Kie. Setelah tanya-tanya ke para pedagang akhirnya ketemu juga kedai kopi tersebut. Kalo dari awal Gang Gloria ada di sebelah kanan, kedainya kecil tapi sudah dilapisi kaca. Ketika kami masuk, kami langsung disambut dengan ramah oleh seorang ibu yang sepertinya pemilik kedai tersebut dan langsung menawarkan mau makan dan minum apa. Karena kami baru saja makan jadinya kami hanya memesan kopi saja, saya es kopi dan teman saya memesan kopi panas. Sebenarnya saya tertarik untuk nyoba makanan yang ada di kedai tersebut. Ada nasi campur (yang ini udah pasti ga mau karena pake B2), nasi tim ayam dan bubur ayam. Tapi sekali lagi saya ragu dan akhirnya ibu saya yang menanyakan ke pelayannya apakah nasi tim ayamnya halal. Jawabannya buat saya menarik, “eeeeh (sambil nyengir melas) bagusnya ga pesen bu”. Oh yaudah, jadi tenang kan. Kami seneng sama pedagang yang jujur, saling menghargai dan bukan yang penting laku. Akhirnya pesanan kami datang dan biarpun saya bukan penikmat kopi tapi saya harus akui es kopi yang saya pesen enak banget, kayak ada yang langsung nendang ketika menyeruput pertama kali. Tajam. Di kedai kopinya sendiri dipajang artikel-artikel koran maupun majalah tentang mereka bahkan foto syuting sebuah film yang dibintangi Wulan Guritno dan Widyawati tetapi saya lupa judul filmnya. Oya kabarnya Kedai Kopi Tak Kie ini sudah berusia 80an tahun loh. Luar biasa kan.
Interior Kedai Es Tak Kie

Es Kopi dan Kopi Panas

Nah persisi di luar Kedai Kopi Tak Kie, ada beberapa penjual makanan yang kabarnya enak, yaitu nasi tim dan ketupat sayur. Tapi saya tidak makan karena pertama sekali lagi faktor ketidakyakinan saya akan kehalalannya dan faktor diburu waktu (karena ibu saya ada rencana lain untuk sore itu). Di sekitar kedai kopi tersebut ada juga yang menjual sekba atau bektim yang merupakan jeroan babi yang direbus dengan bumbu (sepertinya). Temen saya yang wajahnya mirip keturunan etnis Tionghoa pun sempat diatawari “koh ayo sekba koh”. Haha. Bahkan temen saya baru tau sekba itu apa dari ibu saya. Haha. Maklum, ibu saya besar di daerah Halim dan memiliki banyak teman dari suku Batak non-muslim ketika SMA, jadi ibu saya sedikit banyak tahu meskipun tidak pernah merasakan makanan B2. Selain masakan tersebut ada juga pioh tauco. Nah seblum saya ke sana kemarin, saya sempat browsing dan baca majalah kalo pioh itu adalah bulus. Anda tau bulus kan? Kalo tidak tau, bulus ada hewan sejenis kura-kura, bedanya bulus memiliki hidung semacam belalai. Kabarnya mengonsumsi bulus baik untuk kulit. Daaaan tepat ketika kami keluar dari kedai kopi Tak Kie, saya melihat pedagang pioh tauco sedang memotong-motong bulus. Dagingnya putih/bening dengan sedikit hijau (mungkin karena faktor tempurungnya). Jujur saya langsung mau nangis ketika itu. Kasian liatnya, ga tega (FYI, sejak beberapa bulan lalu saya melakukan ‘vegetarian week’, yaitu tidak mengonsumsi daging apapun kecuali telur selama satu minggu dalam satu bulan dengan tujuan memudahkan saya menjadi vegetarian lacto-ovo, serius, haha).
Keluar dari Gang Gloria, kami langsung menuju seberang jalan melalui jembatan kecil untuk menelusuri pelataran toko-toko yang ada di sana. Ampun, penuhnya sampe jalan aja susah. Sambil megang erat-erat tas selempang saya karena takut dicopet, saya tidak lupa untuk menikmati kejadian di sekitar saya. Merah meriah. Iya, semua serba merah yang meriah. Lampion, angpao, gantungan pintu, pajangan, kaos yang bergambar kuda (ingat, Tahun Kuda Emas) dan lain-lain semuanya serba merah. Sebenarnya saya ingin beli lampion karena dari pengen punya lampion tapi tetep aja sampai saya pulang mikirnya mau ditaro dimana lampion tersebut. Saya juga hampir beli kaos karena tergiur harganya yang Rp100ribu untuk tiga kaos tapi setelah saya liat-liat gambarnya tidak ada yang menarik. Yang dijual di sepanjang pelataran bukan cuma perlengkapan Imlek tetapi juga barang lain seperti snack (termasuk permen susu White Rabbit yang terkenal itu) sampe payung (yang ibu saya beli) dan garukan punggung (yang saya beli). Bahkan ada yang jual DVD bajakan yang mayoritas dagangannya adalah serial atau film Mandarin. Jangan lupakan juga tetap ada toko pengobatan tradisional Cina.
Suasana Sepanjang Jalan Pancoran, Petak Sembilan

Karena ternyata berdesak-desakan meriah itu juga melelahkan dan menyebabkan saya lapar lagi. Alasan. Akhirnya saya menemani ibu saya yang belum makan berat dan kami berakhir di tukang bakso yang sudah ketiga kalinya kami datangi selama kunjungan kami ke Petak Sembilan. Sebenarnya yang jual ga sendiri tapi ada tiga orang kalo ga salah. Letaknya ada di ujung pelataran toko yang berakhir di pertigaan sebelum memasuki wilayah Asemka. Benar-benar di ujung persis di depan toko snack. Cukup lihat antrian pembelinya. Biarpun dandang yang menampung baksa hanya berjumlah satu tapi jangan tanya antiannya, gila, rame banget. Baksonya sendiri ga cuma satu dandang itu saja tapi tetap diisi ulang. Harga satu porsinya Rp10ribu berisi 9-10 bakso berukuran kecil dan bihun. Rasanya buat saya enak walaupun kayak bakso biasanya tapi mungkin karena murah, sensasi ngantrinya dan sensasi makan di bawah pohonnya yang bikin tambah enak. Tips saya untuk membeli bakso ini, di sini tidak kenal antri, jadi ya harus tega. J

Suasana Penjual Bakso di Ujung Jalan Pancoran


Nah tidak jauh dari tempat bakso, ada penjual makanan dan minuman lagi (iya, ini kan Petak Sembilan). Ada pedagang rujak juhi, cincau dan es tebu. Tepatnya ada di ujung mentok pertigaan di sebelah tempat bakso. Seberang serongnya si tempat bakso lah. Nah bapak penjual rujak juhi ini juga udah beberapa kali saya dan ibu saya kunjungi. Kalo ada yang belom tahu rujak juhi itu apa, rujak juhi itu makanan yang terdiri dari sayuran seperti selada, kol, kentang dan ditaburi juhi atau sotong panggang yang sudah digepuk lalu disiram bumbu kacang. Rasanya enak banget!!!! Satu porsi harganya Rp15ribu. Di Gang Gloria juga ada rujak juhi harganya Rp20ribu tapi saya pribadi lebih suka rujak juhi yang deket bakso karena yang di Gang Gloria agak keras juhinya. Nah kalo Anda haus di sebelahnya ada es cincau hijau yang harganya Rp4ribu dan es tebu yang harganya sama kalo ga salah. Es cincaunya enak, ga kayak cincau kebanyakan di jaman sekarang yang kerasa pengawetnya. Saya saat itu tidak minum es tebuna karena kenyang tapi ketika nemenin temen saya makan rujak juhi, saya liat wadah sari tebunya dikerubungi tawon-tawon kecil. Pertanda tebu yang bagus banget kan? Oya ketika saya makan bakso, ada dua orang temen saya yang ikut gabung pelesir di Petak Sembilan. Jadi sekarang kami berlima.
Nah kalo perut Anda masih sanggup di seberang serong rujak juhi (atau berlawanan dengan bakso) ada kedai pempek yang lumayan enak seingat saya, cuma saat itu saya ga kesana karena sudah kelewat kenyang (yaiyalah, satu porsi kari ayam, bakso dan setengah porsi rujak juhi). Kedai pempek tersebut juga rame dan harganya tidak terlalu mahal. Plus kalo Anda suka membaca, tepat di depan kedai pempek dijual banyak sekali majalah bekas, buku pelajaran bekas dan buku umum lainnya yang tentunya juga bekas. Saya ga tau kisaran harganya karena memang ga pernah minat kalo ke sana padahal saya suka baca loh.
Nah berhubung ibu saya capek akhirnya ibu saya numpang duduk di bapak rujak juhi sedangkan saya dan ketiga teman saya menuju Asemka yang memang lokasinya berdampingan dengan Petak Sembilan. Nah, saat itu saya bilang kalo di Asemka ini dijual parfum KW yang murmer yang ketika saya SMA dulu harganya cuma belasan ribu per botol. Iya per botol yang saya maksud di sini adalah yang ukuran 100 ml, ukuran standar parfum beneran. Botolnya pun sama dengan botol parfum aslinya bahkan sampe ke kardus kemasannya. Yah tapi maklumin aja kalo wanginya cm tahan 1-3 jam. Haha. Tapi setelah keliling di dalam Asemka (yang gedungnya udah sangat amat mengerikan saking tuanya), kami  tidak berhasil menemukan yang menjual parfum KW200 ini (saking murahnya jd KW200) karena kami hanya menemukan toko parfum yang asli. Kemanakah penjual-penjual parfum dulu itu? Sejauh kami lihat, yang ada hanya pedagang aksesoris perempuan (yang banyak banget jumlahnya), kosmetik atau alat rumah tangga. Kami menyerah dan keluar. Tapi dasar anak muda, kami masuk lagi dan mencari. Akhirnya mata saya menangkap kemasan-kemasan parfum di toko kosmetik. Insting saya mengatakan itu dia parfum KW200 yang kami cari. Setelah ditanya ternyata benar. Harganya sekarang sudah Rp20ribu per botol (tetep muraaaaah banget). Akhirnya saya membeli dua parfum, yang pertama Clinique Happy dan Carolina Herrera 212 for Men. Kami membeli tanpa tau wanginya seperti apa karena disegel dan ga bisa dibuka. Kami Cuma beli berdasarkan kemasan kardusnya. Haha. Lagipula kami mikirnya, ah persetan wanginya kayak apa yang penting 20rebu!!! Bahkan saya yakin harga parfum non alkohol di pelataran masjid ga semurah itu. Haha.  
 Parfum KW200 yang Saya Beli

 Selepas dari Asemka kami kembali lagi ke tempat bapak rujak juhi tempat ibu saya menunggu. Omong-omong, saya baru ngeh ketika temen saya bilang toko di Asemka rata-rata tulisannya ‘Toko Tiruan A’ atau ‘Toko Tiruan B’ yang artinya tiruan suatu merk. Ckckck. Haha. Setau saya juga kalo Anda terus berjalan menuju arah lain Asemka (ke arah fly over), Anda akan menemui toko-toko perlengkapan anak-anak yang murah, baik untuk sekolah maupun perlengkapan ulang tahun.

Setelah dari Asemka, kami bingung mau kemana lagi, akhirnya kami menuju Jalan Kemenangan III untuk melihat-lihat Wihara Dharma Bakti. Nah berhubung kami semua tidak ada yang tahu dimana letak wihara tersebut akhirnya kami bertanya kesana kemari. Awalnya kami bertanya ke seorang hansip yang memang sedang berjaga di Jalan Pancoran dan ternyata arah kami sudah benar. Jadi kami melewati sebuah gang persis sebelum restoran AW (kalo Anda dari arah Glodok, tapi kalo dari arah Asemka maka gang tersebut setelah restoran AW). Wow ternyata di gang ini juga dijual berbagai macam makanan bahkan buat saya pribadi jauh lebih menarik daripada Gang Gloria. 
Yang dijual disitu banyak banget. Mulai beberapa masakan yang ada di Gang Gloria, seperti ketupat sayur atau mie ayam sampai makanan mirip dim sum yang saya lupa namanya tapi terlihat enak banget karena banyak yang ngantri tapi sayang sekali lagi mengandung B2. Akhirnya, ibu saya beli gorengan dari buah cempedak. Jarang-jarang kan makan cempedak tapi saya harus akui harganya kelewat mahal, yaitu Rp7.000 tapi emang enak sih. Lalu ada juga penjual kue kering yang mebuat saya terpikat dengan tampilan nastarnya. Sangat cantik tapi sayang mahal banget harganya, satu stoples standar seharga Rp110.000. Lalu saya membeli kue yang kata penjualnya namanya kue roda. Bentuknya seperti bakpia tapi dalam ukuran raksasa. Pilihan isinya macam-macam, mulai dari yang standar seperti cokelat sampai yang unik seperti yang saya beli, yaitu rasa cempedak. Harga satu buahnya Rp15ribu. Dan rasanya enak banget dan ga terlalu manis. 
Kue Roda Isi Cempedak

          Ternyata perjalanan kami untuk ek Wihara Dharma Bhakti belum selesai juga dan kami tidak tau kemana arah jalannya. Akhirnya kami bertanya kepada warga yang ada di sekitar gang tersebut. Mereka bilang banyak sekali wihara di daerah tersebut, lalu saya bilang Wihara Dharma Bhakti dan mereka langsung tahu dan menjelaskan dengan ramah sekali. 
           Setelah tiba di ujung gang den menemukan pertigaan, kami berbelok kanan dan ibu saya tidak ikut ke wihara karena capek. Nah ternyata di jalan yang lebarnya tidak seberapa ini merupakan pasar kecil karena banyak sekali dijual kebutuhan memasak mulai dari sayur mayur hingga beberapa jenis hewan seperti kodok yang masih hidup dan teripang. Saya dan teman-teman saya awalnya tidak begitu tahu hewan tersebut (kami tahu teripang tapi tidak ngeh tepatnya). Tiba-tiba ada pedagang yang bilang kalo yang mereka jual itu *piiiiip*. Saya ga tau artinya apa tapi kebetulan dua orang temen saya tinggal di Bandung dan Kuningan jadi mereka tau artinya. Artinya adalah alat kelamin pria. Oh. Saya pernah denger deng kata tersebut tapi ga inget. 
         Sampailah kami di Wihara Dharma Bhakti. Hmmm pemandangan pertama yang saya dasari adalah banyaknya jumlah pengemis. *sigh* Seingat saya wihara tersebut terdiri dari 4 bangunan. 3 bangunan untuk ibadah dan satu bangunan untuk klinik. kami berempat langsung masuk ke bangunan yang paling kan dan paling besar. kami hanya melihat-lihat wihara tersebut tapi ada beberapa warga yang sedang beribadah dan juga orang yang sedang mengambil foto. Saya sendiri memutuskan hanya akan mengambil foto di luar wihara, tidak di dalam karena prinsip tempat ibadah tapi saya yakin pengurus wihara memperbolehkan kita untuk mengambil foto karena dua orang fotografer yang sedang mengambil foto sedang dijelaskan oleh seseorang tentang interior banguna tersebut. Oya di dalam wihara tersebut sedang dilakukan pemugaran untuk menyambut imlek dan banyak lilin raksasa yang masih dibungkus kertas cokelat. Saya sendiri hanya memasuki satu bangunan di lingkungan wihara tersebut karena saya takut salah masuk, takutnya hanya untuk yang ibadah saja dan takut salah tata caranya. Intinya ketika saya melihat-lihat eksterior wihara tersebut, saya merasa sedang di oasis di tengah Jakarta yang padat dan rumit. Ada ketenangan di dalamnya meskipun saya seorang Muslim. 

Satu-satunya Bangunan Wihara yang Saya Masuki



         Perjalanan saya dan seorang teman berakhir di wihara tersebut karena saya harus mengantar ibu saya ke Pasar Blok A. Ada satu kejadian yang lucu ketika kami kembali dari wihara dan ingin bertemu ibu saya, yaitu kaki saya terlindas bajaj. Auuw! Sakitnya lumayan sih tapi ga kerennya itu loh, kelindes bajaj. Jadi ceritanya saya bisa kelindes bajaj adalah jalan yang begitu sempit dan banyak motor yang lalu lalang sehingga membuat bajaj kesulitan untuk lewat akhirnya saya yang jadi korban.
        Intinya perjalanan saya ke Petak Sembilan tersebut amat sangat berkesan bahkan saya mengakui sebagai salah satu hal paling menarik yang pernah terjadi pada saya. Bahkan ketiga teman saya bilang kalo mereka ke Jakarta lagi, mereka akan menyempatkan diri ke Petak Sembilan. Saya seneng banget teman-teman saya bilang gitu. Maklum mereka ke Petak Sembilan atas ajakan saya dan kebetulan mereka berasal dan bekerja dari tiga propinsi yang berbeda. Saya juga belajar banyak tentang toleransi dan sadar kalo toleransi beragama itu memang luar biasa indah. Betapa ramah sekali warga sekitar Petak Sembilan kepada kami. Benar-benar membuka mata dan pikiran banget. Saya bisa bilang kalo akhirnya saya seneng jadi orang Indonesia kalo kita punya tempat seeksotis Petak Sembilan beserta kebudayaannya yang menarik yang tak lekang zaman dan dipenuhi warga yang ramah. 
         Sudah pasti saya akan ke Petak Sembilan lagi di masa yang akan datang dan saya berharap Anda juga mau untuk menyempatkan diri berkunjung dan menelusuri salah satu oasis di Jakarta tersebut. Andaikan ada kaos putih bertuliskan "I Love Petak Sembilan", sudah pasti akan saya kenakan kemana-mana. 


No comments:

Post a Comment