Thursday, November 21, 2013

Mengonsumsi Kennedy

       Tahukah Anda kalo November tahun ini menandakan 50 tahun penembakan John F. Kennedy? Saya sendiri baru ngeh tentang hal ini ketika saya menonton film berjudul "Parkland" pada minggu lalu. Film ini disutradarai oleh Peter Landesman, seorang wartawani New York Times yang banting setir menjadi sutradara dan penulis naskah film. Film ini berkisah tentang hari penembakan Kennedy dan tiga hari setelah kejadian tersebut. Mayoritas cerita terjadi di Parkland Memoriam Hospital tempat JFK ditangani tidak lama setelah penembakan terhadap dirinya terjadi. Film ini dibintangi nama-nama besar seperti Billy Bob Thornton (penampilan yang menarik), Paul Giamatti, Marcia Gay Harden (penampilan yang cukup menonjol meskipun minim dialog), Zac Efron, Jacki Weaver (too theatrical) dan James Badge Dale (brilian).
       Disini saya tidak terlalu ingin membahas tentang film tersebut tetapi lebih ingin membahas tentang sebenarnya seberapa besar kejadian pembunuhan Kennedy terhadap orang-orang yang ada di sekitar kejadian tersebut? Bukan hanya dampak terhadap Jackie Kennedy dan keluarga Kennedy tetapi juga terhadap keluarga Harvey Lee Oswald termasuk terhadap kehidupan Abraham Zapruder, seorang warga biasa yang tidak sengaja merekam bagian paling memilukan dalam kejadian tersebut. 
        Pada saat film usai, sebagaimana kebanyakan film yang mengklaim diri mereka sebagai "Berdasarkan Kisah Nyata" atau "Terinspirasi dari Kisah Nyata", Parkland juga menampilkan kehidupan beberapa karakter utama dalam film tersebut. Seperti misalnya Abraham Zapruder (Paul Giamatti) yang dalam film tersebut dikatakan setelah kejadian tersebut tidak lagi menggunakan kamera yang ia gunakan untuk merekam kejadian tersebut dikarenakan begitu traumatisnya kejadian tersebut pada dirinya. Atau bagaimana Robert Oswald (James Badge Dale), kakak dari Harvey Lee Oswald, tetap tinggal di Dallas di rumahnya yang sama pasca kejadian tersebut. Di bagian akhir film tersebut diceritakan ternyata seluruh gereja dan pemakaman di wilayah tempat tinggal Harvey Oswald menolak untuk memakamkannya, termasuk melakukan misa sehingga akhirnya terdapat pendeta yang berbaik hati (iya, bagi saya baik hati) mau melakukan misa terhadap Oswald meskipun pendeta tersebut sudah lama tidak melakukannya. Jujur kejadian ini membuat saya sangat sedih. Begitu bencinya masyarakat AS saat itu kepada Oswald sehingga tidak ada yang mau menerima dirinya untuk dimakamkan. Bahkan polisi yang menemani Robert Oswald berkata pada dirinya "Apabila benar adikmu yang melakukannya, jika saya jadi dirimu, saya akan berkemas dan pergi jauh dari sini dan tidak kembali lagi bahkan untuk mati sekalipun." Sudah terbayang bukan betapa kelamnya hari yang harus dihadapi Robert Oswald?
       Lalu baru tadi malam saya membaca artikel di New York Times yang berjudul "Harvey Lee Oswald was My Friend". Isinya merupakan tulisan Paul Gregory tentang kenangannya, khususnya ayahnya Peter Gregory, bersama Harvey Oswald dan keluarganya. Ayah dari Paul merupakan penerjemah bagi Secret Service ketika mereka menginterogasi Marina Oswald (istri dari Harvey Oswald) yang pada saat itu belum lancar berbahasa Inggris karena ia merupakan orang Rusia. Pada akhir artikel, Paul menjelaskan bahwa ia telah menghubungi kembali Marina dan Robert Oswald (keduanya masih hidup hingga kini) untuk dimintai kembali keterangannya untuk artikel tersebut. Tetapi keduanya menolak bahkan Marina tidak membalas sama sekali. Saya berasumsi bahwa mereka terlalu lelah dengan kejadian 22 November 1963 tersebut. Begitu lelahnya sehingga mereka tidak ingin membahasnya sehuruf pun. Suatu hal yang bisa saya pahami atau bahkan kita semua dapat pahami.
      Kelelahan akan atensi publik yang berlebihan saya yakin juga dirasakan oleh Caroline Kennedy, anak sulung JFK dan Jackie. Seberapa sering kita lihat ia ada di hadapan publik? Penampilan publiknya yang terakhir saya ingat adalah ketika ia tampil dalam konven Partai Demokrat yang mencalonkan kembali Obama sebagai presiden. Saya tidak terlalu ingat, tapi sepertinya ia makin menarik diri setelah adiknya, JFK Jr. hilang di perairan Atlantik bersama istrinya dan kakak iparnya.
      Jujur, apabila saya Caroline, saya tidak akan tahan juga berada di khalayak banyak. Begitu banyak buku yang diterbitkan yang membahas orang tuanya dan segala konspirasi kematian dan skandal yang kabarnya dilakukan ayahnya. Belum lagi video dokumenter yang menayangkan detik-detik ketika ayahnya di tembak di Dallas, Texas. Begitu sering video tersebut diputar ulang terutama di bulan November seperti ini. Sakitkah hati Anda apabila melihat hal tersebut? Ayah yang membesarkan Anda. Belum lagi film, seperti miniseri The Kennedys yang menceritakan keluarga Kennedy sejak JFK muda hingga Bobby Kennedy tewas. Miniseri ini bahkan sampai batal ditayangkan di AS karena adanya keberatan dari pihak keluarga Kennedy. Apabila Anda menonton miniseri ini makan paham mengapa mereka keberatan. Bahkan sbaru saja tayang film TV yang berjudul Killing Kennedy yang menceritakan tentang penembakan JFK. Film ini dibintangi oleh Rob Lowe dan Ginnifer Goodwin.
       Saya pribadi cukup terobsesi terhadap keluarga Kennedy terutama Jackie tapi "produk Kennedy" yang saya nikmati hanya yang terkait kisah non-skandal mereka, seperti buku 'Reading Jackie' dan 'Mrs. Kennedy and Me'. Selain itu bagi saya melelahkan. Sejuta konspirasi bisa saja terus diciptakan bagi Kennedy tapi saya tidak begitu tertarik. Sejuta konspirasi tidak akan pernah cukup bagi yang selalu lapar akan konspirasi.
      Bagi saya, manusia pada dasarnya menyukai drama yang menghinggapi kehidupan orang lain terlebih figur publik tapi bukankah eksploitasi yang dialami JFK, Jackie dan kedua anaknya sudah lebih dari cukup? Saya bukan warga AS tapi saya merasakan bahwa JFK membuka jalan terhadap perubahan ke arah yang lebih baik bagi warga AS. Maka dari itu bukankah sudah saatnya kita berhenti mengonsumsi Kennedy? 
       

No comments:

Post a Comment